02.36
Jas Merah
Sejarah Kemerdekaan : Perang - perang besar di masa perjuangan kemerdekaan RI.
Untuk memperoleh sebuah kemerdekaan,
Bangsa ini memperolehnya tidak gratis, sejarah panjang harus dilalui
para pejuang kemerdekaan tanpa kenal lelah dan perjalanan panjang
dilalui dengan
pengorbanan nyawa dan darahnya untuk mendapatkan dan merebut kemerdekaan
demi kedaulatan
sebagai sebuah bangsa dan negara, yaitu bangsa indonesia. 350 th
dijajah belanda sampai pendudukan Jepang,
tidaklah mudah untuk dilupakan dan ditinggalkan oleh para vetran dan
pejuang kemerdekaan, bangsa dan negara ini diperbudak belanda selama 7
turunan dan selama itu pula bangsa ini berjuang mengusir para komprador
dan penjajah dari bumi pertiwi ini.
Namun, seringkali para pemimpin bangsa ini melupakan sejarah, sehingga
sakit hati dan
pengorbanan para pejuang bangsa dilupakan begitu saja, perjuangan
menuntut permintaan "MAAF" dari belanda atas dosa-dosa mereka mandek dan
mati suri. Kesejahteraan para pejuang kemerdekaan tidak pernah
mendapatkan tempat bagi pemerintahan saat ini, para pemimpin sekarang
sudah lupa diri. Yang ada sekarang bangsa ini dirampok habis-habisan
oleh para pemimpin dan tokoh maling dan rampok berkedok wakil rakyat
serta para koruptor yang berlindung di ketiak PEMERINTAH, untuk
mengingatkan kembali perjuangan para leluhur kita maka kami menyajikan
artikel perang-perang besar kemerdekaan.
PERTEMPURAN SURABAYA 10 NOVEMBER 1945 (SURABAYA)
Pertempuran Surabaya
merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan
pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November
1945 di kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang
pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam
sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas
perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Setelah
terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal
Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan
dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan
senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan
mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal
10 November 1945.
Ultimatum
tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan
rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi.
Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa
Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak
organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat,
termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang
masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara
Inggris di Indonesia.Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai
melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan bom udara ke
gedung-gedung pemerintahan Surabaya, dan kemudian mengerahkan sekitar
30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Berbagai
bagian kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam dari laut
dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di
seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya
penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil
jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal mupun
terluka.
Bung
Tomo di Surabaya, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang
paling dihormati. Foto terkenal ini bagi banyak orang yang terlibat
dalam Revolusi Nasional Indonesia mewakili jiwa perjuangan revolusi
utama Indonesia saat itu. Di luar dugaan pihak Inggris yang menduga
bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari,
para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh
besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda
Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala
besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta
kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah
serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka
dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu
masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih
patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia
berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu
lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan
dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala
besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota
Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya
6,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India
kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah di Surabaya
yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan
rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang
menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
BANDUNG LAUTAN API (BANDUNG)
Ultimatum tentara sekutu pada tentara rakyat indonesia untuk
meninggalkan kota bandung menyebabkan salah satu gerakan sangat
spektakuler di histori perang indonesia ini. Sadar bahwa kemampuan
senjata tidak lagi berimbang dan kekalahan telah tentu di depan mata,
tri tidak rela bila sekutu memakai bandung menjadi pusat militer buat
menginvasi lokasi yang lain. Menurut hasil musyawarah, sesuatu tindakan
bumi hangus dipilih akan memastikan perihal ini tidak terjadi, walhasil
200. 000 penduduk bandung membakar tempat tinggal mereka mulai kurun
waktu 7 jam dan berbarengan bergerak mengungsi ke lokasi selatan.
SERANGAN UMUM 1 MARET 1949 (YOGJAKARTA)
Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin
oleh Letnan Kolonel Soeharto. Tujuan utama, menaklukkan pasukan Belanda
serta membuktikan pada dunia Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih
mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II,
yaitu Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi melakukan serangan
balik terhadap tentara Belanda. Serangan dimulai dengan memutuskan
telepon, merusak jalan kereta api, menyerang konvoi Belanda, serta
tindakan perebutan lainnya.
Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos di sepanjang
jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal
ini berarti kekuata
OPERASI TRIKORA (IRIAN BARAT)
Operasi Trikora atau disebut juga Operasi Pembebasan Papua adalah
konflik terbuka Indonesia-Belanda untuk memperebutkan Papua Barat.
Konflik itu berlangsung singkat, yakni dua tahun (tahun 1961-1963).
Konflik ini terjadi 17 tahun setelah Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
pada tanggal 2 Januari 1962, berkedudukan di Makassar dengan Panglima
Komando Brigadir Jenderal Soeharto. Langkah pertama yang dilakukan
adalah merealisasikan tuntuntan TRIKORA atau Tri Komando Rakyat. Operasi
Trikora adalah sebuah operasi rahasia yang dijalankan untuk menyusupkan
sukarelawan ke Papua bagian barat.
Presiden Soekarno telah memberikan
instruksi kepada Angkatan bersenjata dan seluruh rakyat Indonesia untuk
setiap waktu tetap menjalankan kewajiban membebaskan Irian Barat Tanah
Air Indonesia dari belenggu kolonialisme Belanda, untuk melaksanakan Tri
Komando Rakyat (Trikora)yang isinya sebagai berikut.
1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua bentukan Belanda Kolonial,
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia,
3. Bersiaplah untuk memobilsasi umum mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
“Semoga Tuhan Yang Esa memberkati perjuangan kemerdekaan Indonesia,”
demikian seruan Presiden Soekarno di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember
1961, yang ditirukannya.
Ia pun terus menambahkan bahwah langkah pertama dari Trikora adalah
pada tanggal 2 Januari 1962, Presiden Soekarno menunjuk Mayjen Soeharto
(Presiden RI ke-2) sebagai Panglima Mandala yang bermarkas di Makassar,
Sulawesi Selatan, dengan mengerahkan kekuatan ABRI sebanyak 74.649
prajurit.
Pada tanggal 15 Januari 1962 Comodor Yos Soedarso dan Kapten Wiratno
dengan menggunakan Kapal Perang Macam Tutul gugur dalam pertempuran di
laut Arafura. Sedangkan Mayor TNI Benny Moerdani mampu merebut Papua
diawali dari Merauke. Dan bapak Adam Malik (mantan wakil Presiden)
berhasil melakukan loby-loby internasional di PBB. Akhirnya secara de
facto pada tanggal 1 Mei 1963, wilayah Irian Barat/Papua masuk ke
sebagain bagian integral Indonesia.
PERTEMPURAN LAUT ARU (MALUKU)
Tidak diragukan lagi, perang laut sangat dramatis yang sempat terjadi di
indonesia adalah pertempuran laut Aru yang adalah bagian dari operasi
trikora. Tiga kapal perang tempur indonesia yang ditugaskan lakukan
operasi penyusupan, RI matjan tutul, RI matjan kumbang, dan RI harimau,
mesti berhadapan dengan sesuatu takdir buruk.
Operasi yang seharusnya berjalan rahasia ini nyatanya terendus oleh
pihak otoritas belanda, mereka kirim dua kapal type destroyer dan
pesawat tempur untuk menenggelamkan ketiga kapal perang indonesia.
Tetapi, dengan heroiknya, RI matjan tutul mengambil keputusan untuk maju
dan mengalihkan perhatian musuh, berikan peluang pada dua kapal yang
lain untuk melarikan diri. Komodor yos sudarso wafat didalam pertempuran
ini.
OPERASI DWIKORA (MALAYSIA)
Kekhawatiran soekarno bahwa malaysia dan kalimantan utara akan jadi kaki
tangan kolonial membuat operasi dwikora dikerahkan. Malaysia yang saat
itu ada di bawah wewenang kekuasaan inggris diberikan peluang untuk
lakukan referendum dan memutuskan nasibnya sendiri. Tetapi, masyarakat
malaysia waktu itu justru awali menghasilkan sikap anti-indonesia dan
meludahi tanah air kita, soekarno yang marah mengambil keputusan untuk
berperang. Sebuah pidato populer, ganyang malaysia, juga diproklamasikan
waktu itu. Perang agen rahasia, sabotase, dan militer terbuka
dikerahkan, indonesia mesti melawan tiga negara sekalian : malaysia,
inggris, dan australia.
PERANG GERILYA SOEDIRMAN (JAWA TENGAH)
Tidak ada masyarakat indonesia yang
tidak mengenal sosok kharismatik,
jenderal soedirman. Kondisi kesehatan yang tidak mungkin untuk bergerak
sendiri, seorang jenderal muda pada jaman perjuangan dengan usia 31
tahun, jenderal soedirman terus memimpin
pergerakan dari atas tandu. Menyusuri bukit dan gunung-gunung di wilayah
Wonogiri, masuk desa ke desa. Taktik utamanya yaitu dengan bergerilya,
menyerang pasukan musuh, dan sesudah itu bersembunyi. Beliau adalah ahli
perang yang mumpuni dan kerap berhasil menyerang pasukan belanda dan
sekutu di titik-titik pertahanan yang berdampak signifikan. Sayangnya,
beliau mesti kalah pada ketidakberdayaan melawan penyakit tuberkolosis
yang makin kronis.
PERTEMPURAN AMBARAWA (SEMARANG)
Pertempuran Ambarawa berlangsung empat
hari, dari 13-15 Desember 1945. Semangat juang pasukan TKR menjadi
penentu kemenangan dalam melawan musuh.
Awal Pertempuran Perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal
Soedirman pada pertengahan Desember 1945, membuat tentara sekutu
terjepit dan akhirnya mundur dari Ambarawa menuju Semarang. Walaupun
dihadang dengan seluruh kekuatan persenjataan modern serta kemampuan
taktik dan strategi sekutu, para pejuang RI tak pernah gentar
sedikitpun. Mereka melancarkan serangan dengan gigih seraya melakukan
pengepungan ketat di semua penjuru kota Ambarawa. Dengan gerakan
pengepungan rangkap ini sekutu benar-benar terkurung dan kewalahan.
Jenderal Soedirman sebagai pemimpin pasukan menegaskan perlunya mengusir
tentara sekutu dan Ambarawa secepat mungkin. Sebab sekutu akan
menjadikan Ambarawa sebagai basis kekuatan untuk merebut Jawa Tengah.
Dengan semboyan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung, patah tumbuh
hilang berganti”, pasukan TKR memiliki tekad bulat membebaskan Ambarawa
atau dengan pilihan lain gugur di pangkuan ibu pertiwi.
Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama empat hari empat
malam dilancarkan dengan penuh semangat pantang mundur. Dari tanggal 12
hingga 15 Desember 1945, para pejuang tidak menghiraukan
desingan-desingan peluru maut dan lawan. Letusan tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan
Ambarawa, terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang
yang telah bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap
mendekati sasaran yang telah ditentukan, dengan siasat penyerangan
mendadak secara serentak di segala sektor. Seketika, dan segala penjuru
Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru, dentuman meriam, dan ledakan
granat. Serangan dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh yang
kalang kabut.
Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil menguasai Jalan Raya Ambarawa
Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota Ambarawa berjalan dengan
sempurna. Terjadilah pertempuran jarak dekat. Musuh mulai mundur pada 14
Desember 1945. Persediaan logistik maupun amunisi musuh sudah jauh
berkurang.
Akhirnya, pasukan sekutu mundur dan Ambarawa sambil melancarkan aksi
bumi hangus pada 15 Desember 1945, pukul 17.30 WIB. Pertempuran berakhir
dengan kemenangan gemilang pada pihak TKR. Pasukan TKR berhasil merebut
benteng pertahanan sekutu yang tangguh. Kemenangan pertempuran Ambarawa
pada 15 Desember 1945. Keberhasilan Panglima Besar Jenderal Soedirman
ini kemudian diabadikan dalam bentuk monumen Palagan Ambarawa. TNI AD
memperingati tanggal tersebut setiap tahun sebagai Hari Infanteri.
n pasukan Belanda tersebar di pos-pos kecil di
seluruh daerah. Ketika pasukan Belanda sudah terpencar-pencar, TNI melakukan
serangan. Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota
Yogyakarta (ibu kota negara) pada tanggal 1 Maret 1949, dibawah pimpinan
Letnan Kolonel Soeharto.
Monumen Serangan itu telah mendapat persetujuan dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Tepat pukul 6
pagi, serangan dimulai. Pos komando ditempatkan di desa Muto. Malam hari, menjelang
serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota. Ada juga yang
disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan,
serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan
ini Letkol Soeharto
langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro.